Jumat, 17 April 2015

SENI RUPA 3 DIMENSI



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Seni Rupa Tiga Dimensi

Seni merupakan usaha manusia untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan (menurut Herbert Read). Ditambah lagi menurut Suzanne K. Langer bahwa seni merupakan simbol dari perasaan. Kemudian,  rupa sendiri merupakan sesuatu yang dapat dilihat dan diraba baik dalam segi bentuk, warna maupun teksturnya. Pengertian dimensi adalah ukuran yang meliputi panjang, lebar, dan tinggi.
Jadi, Seni rupa tiga dimensi (trimatra) adalah hasil cipta manusia yang dapat dilihat dan diraba serta memiliki volume atau seni rupa yang memerlukan ruang, karena mempunyai ukuran panjang, lebar, dan tebal. Karena seni rupa tiga dimensi tidak mempunyai bidang datar dan tidak datar, sehingga penempatannya berdiri lepas artinya tidak tergantung pada dinding sebagai dasarnya, sebagai contohnya patung, seni bangunan (arsitektur), dan seni terapan misalnya perabotan rumah tangga.

B.  Struktur-Struktur Seni Rupa
Seni rupa merupakan salah satu kesenian yang mengacu pada bentuk visual atau sering disebut bentuk perupaan yang merupakan komposisi dari unsur-unsur rupa. Dalam penyusunan unsur rupa dalam mewujudkan bentuk pada seni rupa juga diperlukan  hukum atau asas penyusunan. Berikut unsur, prinsip, dan asas dalam seni rupa.
1.         Unsur Seni Rupa
a.      Unsur Garis
Simbol emosi yang diungkapkan lewat garis, atau lebih tepat disebut goresan. goresan atau garis yang dibuat oleh seorang seniman akan memberikan hasil kesan psikologis yang berbeda pada setiap garis yang dihadirkan. Berikut peran garis dalam suatu karya seni rupa yaitu:
1)        Garis mempunyai peranan sebagai garis yaitu hanya memberi tanda logis, seperti yang terdapat pada ilmu- ilmu eksata/pasti.
2)        Garis mempunyai peranan sebagai lambang yang kehadiranya merupakan lambang informasi yang sudah merupakaan pola baku dari pola kehidupan sehari-hari seperti pola lambang yang terdapat pada logo, tanda peraturan lalu lintas.
3)        Garis mempunyai peranan untuk menggambarkan sesuatu secara representatif, seperti yang terdapat pada gambar ilustrasi dimana garis meruakan medium untuk menerangkan kepada orang lain.
4)        Garis merupakan simbol ekspresi dari ungkapan seniman, seperti garis-garis yang terdapat dalam seni non figuratif atau juga pada seni ekspresionisme dan abstraksionisme.

b.      Unsur Shape (Bangun)
Bangun adalah suatu bidang kecil yang terjadi karena dibatasi oleh sebuah kontur (garis) dan atau dibatasi oleh adanya warna yang berbeda atau oleh gelap terang pada arsiran atau karena adanya tekstur. Di dalam seni, shape digunakan seagai simbol perasaan seniman di dalam menggambarkan objek hasil subject matter, maka terkadang tidak mengherankan jika seseorang kurang dapat menangkap atau mengetahui secara pasti tentang objek hasil pengolahanya. Shape (bidang) yang terjadi dapat menyerupai wujud alam (figur) dan tidak sama sekali menyerupai wujud alam (non figur). Perubahan wujud tersebut antara lain:
1)      Stilisasi merupakan cara penggambaran untuk mencapai bentuk keindahan dengan cara menggayakan objek objek atau benda yang digambar, yaitu denga cara menggayakan objek atau benda yang digambar, yaitu dengan cara menggayakan setiap kontur pada objek atau benda tersebut. Contoh : karya seni yang banyak menggunakan bentuk stilisasi yaitu penggambaran bentuk ornamen untuk motif batik, lukisan tradisional Bali.
2)      Distorsi adalah penggambaran bentuk yang menekankan pada pencapaian karakter, dengan cara menyangatkan wujud-wujud penggambaran tertentu pada benda atau objek yang digambar. Misalnya pada penggambaran tokoh figur gatutkaca.
3)      Transformasi adalah penggambaran bentuk yang menekankan pada pencapaian karakter, dengan cara memindahkan wujud atau figur dari objek lain ke objek yang digambar.
4)      Disformasi adalah penggambaran bentuk yang menekankan pada interpretasi karakter,  dengan cara mengubah bentuk objek dengan cara menggambarkan objek tersebut dengan hanya sebagian yang dianggap mewakili, atau pengambilan unsur tertentu yang mewakili karakter hasil interpretasi yang sifatnya sangat hakiki. Perubahan ini banyak terdapat pada seni lukis  modern

c.       Unsur Texture (Rasa Permukaan Bahan)
Tekstur adalah Rupa yang menunjukan rasa permukaann bahan, yang sengaja dibuat dan dihadirkan dalam susunan untuk mencapai bentuk rupa, sebagai usaha untuk memberikan rasa tertentu pada permukaan bidang pada perwajahan bentuk pada karya seni rupa secara nyata atau semu.
d.      Unsur Warna
Warna merupakan kesan yang ditimbulkan cahaya pada mata (Soegeng TM. ed., 1987:77) (dalam Kartika, 2007). Peranan warna sendiri warna sebagai warna, warna sebagai representasi alam, warna sebagai lambang/simbol, dan warna sebagai ekspresi.
1)      Warna sebagai warna yaitu kehadiran warna hanya sebagai tanda pada suatu benda atau barang, atau hanya untuk membedakan ciri benda satu dengan lainya tanpa maksud tertentu.
2)      Warna sebagai representasi alam yaitu kehadiran warna sebagai peggambaran sifat atau objek secara nyata, atau penggambaran dari suatu objek alam sesuai dengan apa yang dilihatnya. Misalnya warna hijau untuk menggambarkan daun, rumput dan biru untuk laut dan gunung.
3)      Warna sebagai tanda/lambang/simbol warna sebagai lambang atau melambangkan sesuatu yang merupakan tradisi atau pola umum. Kehadiran warna disini banyak digarap oleh seniman tradisi dan banyak dipakai untuk memberikan untuk memberikan warna pada wayang, batik tradisional dan tata rupa lain yang punya citra tradisi. Juga disini untuk memberikan tanda tertentu yang sudah merupakan satu kebiasaan umum atau pola umum, misal tanda merah, hujau, kuning pada lampu jalan. Demikian juga merupakan lambang tertenu yang dipakai dalam karya seni seperti seperti pada logo, badge, batik wayang, dan bsana tradisional. Mislanya warna putih berarti suci.
Standar warna yang dialternatifkan oleh Albert H. Munsell (1912) (dalam Kartika, 2007) menyempurnakan sistem dari angka-angka warna dan terminologinya, berdasarkan atas penyelidikan pada standarisasi warna yang dapat digunakan untuk aspek-aspek fisik dan psikologi. Sistem Munsell mendasarkan pada dimensi kualitas warna yaitu:
1)         Hue
Hue adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan nama dari suatu warna seperti merah, biru, hijau, dan sebagainya. Perbedaan antra warna biru dan warna hijau adalah perbedaan Hue. Musell memilih 5 buah hue yang merupakan dasar yaitu : merah, kuning, hijau, biru, dan ungu. Di antara masing-masing hue pada kelima hue dalam lingkaran musell ini, tepat di tengah-tengahnya adalah hue hue intermediate misalnya diantara hue merah dan kuning terdapat hue intermediate merah kuning (orange) dan seterusnya, yang bisa disebut intermediate pertama. Kemudian hue dasar dengan hue intermediate pertama terdapat hue intermediate kedua, misalnya hue dasar merah dengan intermediate pertama merah kuning (orange) terdapat hue intermediate kedua yaitu merah kuning (merah orange).

2)        Value
Secara teoritis hanya membicarakan mengenai kegelapan dan kecerahan daripada warna. Menurut Musell ada 11 tingkatan value netral, termasuk putih dan hitam yang secara teoritis bukan warna tetapi mempunyai hubungan dengan warna. Ini membawa value 5 pada setengah jarak. Putih yang murni lebih cerah/terang dari warna manapun dan disebut value 10, sedangkan hitam jet lebih gelap dari warna manapun ditempatkan pada dasar skala sebagai value 0.
Tint adalah kecerahan dari sesuatu warna ke putih atau value yang lebih terang/ cerah dari pada warna normal. Tone adalah kecerahan dari warna normal ke abu – abu.
Shade adalah kecerahan warna menuju ke hitam atau dengan kata lain value yang lebih gelap dari warna normal.        
3)             Intensity/chroma
Chroma diartikan sebagai gejala kekuatan/intensitas warna (jernih atau suramnya warna). Warna yang mempunyai intensity penuh/tinggi adalah warna yang sangat mencolok dan menimbulkan efek yang brilian, sedangkan warna yang intensity-nya rendah adalah warna-warna yang lebih berkesan lembut.

e.       Ruang dan Waktu
Ruang dalam unsur rupa merupakan wujud tiga matra yang mempunyai panjang, lebar, dan tinggi (mempunyai volume). Untuk meningkat dari satu matra ke matra yang lebih tinggi dibutuhkan waktu. Ada perbedaan yang terjadi tentang waktu pada seni pertunjukan dan seni rupa. Seni pertunjukan terikat dalam ruang dan waktu yang disajikan, sedang waktu dalam seni rupa merupakan waktu successive. Waktu yang digunakan dalam penghayatan tidak dapat hanya berlangsung secara simultan tetapi secara bertahap untuk mencapai kedalaman estetika.

2.      Prinsip Penyusunan Seni Rupa
a.         Paduan Harmoni (Selaras)
Merupakan paduan unsur-unsur yang berbeda dekat. Jika unsur-unsur estetika dipadu secara berdampingan, maka akan timbul kombinasi tertentu dan timbul keserasian (harmoni). Interval sedang menimbulkan laras dan desain yang halus umumnya berwatak laras .

b.        Paduan Kontras
Merupakan paduan unsur-unsur yang berbeda tajam. Semua matra sangat berbeda (interval besar), gelombang panjang pendek yang tertangkap oleh mata atau telinga menimbulkan warna/suara. Pertentangan adalah dinamika dari eksistensi yang menarik perhatian. Kontras merangsang minat, kontras menghidupkan desain, kontras merupakan bumbu komposisi dalam pencapaian bentuk. Tetapi perlu diingat bahwa kontras yang berlebihan akan merusak komposisi, ramai dan berserakan.

c.         Paduan Irama (Repetisi)
Repetisi merupakan pengulangan unsur-unsur pendukung karya seni. Repetisi atau pengulangan merupakan selisih antar dua wujud yang terletak pada ruang dan waktu, maka sifat keduanya bersifat satu matra yang dapat diukur dengan interval ruang, serupa dengan interval waktu antara dua nada musik beruntun yang sama.

d.        Paduan Gradasi (Harmoni Menuju Kontras)
Gradasi Merupakan satu sistem paduan dari laras menuju ke kontras, dengan meningkatkan masa dari unsur yang dihadirkan yang merupakan paduan dari i9nterval kecil ke interval besar, yang dilakukan dengan penambahan atau pengurangan secara laras dan bertahap. Gradasi merupakan penggambaran susunan monoton ke dinamika yang menarik.

3.      Asas Penyusunan Seni Rupa
a.         Asas Kesatuan (Unity)
Kesatuan adalah kohesi, konsistensi, ketunggalan atau keutuhan, yang merupakan isi pokok dari komposisi. Kesatuan merupakan efek yang dicapai dalam suatu susunan atau komposisi di antara hubungan unsur  pendukung karya, sehingga secara keseluruhan menampilakan kesan tanggapan secara utuh. Berhasil tidaknya pencapaian bentuk estetika suatu karya ditandai oleh menyatunya unsur- unsur  estetik, yang ditentukan oleh kemampuan memadu keseluruhan. Dapat dikatakan bahwa tidak ada komposisi yang tidak utuh.

b.        Keseimbangan (Balance)
Keseimbangan dalam penyusunan adalah keadaan atau kesamaan antara kekuatan yang saling berhadapan dan menimbulkan adanya kesan seimbang secara visual ataupun secara intensitas kekaryaan. Bobot visual ditentukan oleh ukuran, wujud, warna, tekstur, dan kehadiran semua unsur dipertimbangkan dan memperhatikan keseimbangan.

c.         Kesederhanaan (Simplicity)
Kesederhanaan dalam disain pada dasarnya adalah kesederhanaan selektif dan kecermatan penglompokan unsur-unsur artistik dalam disain. Adapun kesederhanaan ini mencangkup beberapa aspek antaranya sebagai berikut:
1)        Kesederhanaan unsur artinya unsur-unsur dalam desain atau komposisi hendaklah sederhana, sebab unsur yang terlalu rumit sering menjadi bentuk yang mencolok dan penyendiri, asing atau terlepas sehingga sulit diikat dalam kesatuan keseluruhan.
2)        Kesederhanaan stuktur artinya suatu komposisi yang baik dapat dicapai melalui penerapan struktur yang sederhana, dalam artinya sesuai dengan pola, fungsi atau efek yang dikehendaki.
3)        Kesederhanaan teknik artinya sesuatu komposisi jika mungkin dapat dicapai dengan teknik yang sederhana.  Kalaupun memerlukan perangkat baru, diupayakan untuk menggunakan perangkat prasaja, bagaimanapun nilai estetik dan ekspresi sebuah komposisi, tidak ditentukan oleh kecanggihan penerapan perangkat bantu teknis yang sangat kompleks kerjanya.

d.        Aksentuasi (Emphasis)
Disain yang baik mempunyai titik berat untuk menarik perhatian (center of interst). Ada berbagai cara untuk menarik perhatian kepada titik berat tersebut, yaitu dapat dicapai dengan melalui perulangan ukuran serta kontras antara tekstur, nada warna, garis ruang, bentuk atau motif.susunan beberapa unsure visual atau pengguaan ruang dan cahaya bisa menghasilkan titik perhatian kepada titik berat suatu ruang, yaitu dengan beberapa cara sebagai berikut:
1)        Aksentuasi melalui perulangan, misalnya kain bermotif/kain bergambar dengan beberapa warna, hijau, dan biru, didekatkan pada kain polos berwarna hijau, maka warna hijau dalam kain bermotif akan nampak lebih menonjol. Kemudian apabila dekat kain berwarna biru polos, maka warna biru dalam motif akan lebih menonjol. Dengan demikian bahwa perulangan unsure disain (contoh di atas) dan perulangan warna dapat member penekanan pada unsur  tersebut.
2)        Aksentuasi melalui ukuran, suatu unsure bentuk yang lebih besar akan tampak menarik perhatian karena besarnya. Akan tetapi ukuran dari benda yang menjadi titik pusat perhatian harus sesuai antara perbandingan dimensi terhadap ruang tersebut. sedang ruangan yang besar dan tinggi, hendaknya titik berat tidak tenggelam di dalam kemmegahan ruangan itu. aksentuasi dalam kontras: dalam ruangan yang sebagian besar terdiri dari tekstur yang halus dan licin, satu bidang dengan tekstur  yang kasar akan sangat menarik perhatian, karena kontras dengan sekelilingnya. Kontras antara bidang yang kosong denganbidang yang diisi,bila dipakai untuk mendapatkan perhatian. Satu lukisan diletakan pada didindinga yang luas dan kosong akan tampil lebih menonjol daripada dipasng di antara beberapa lukisan atau benda dekoratif lainnya.
3)        Aksentuasi melalui susunan : tata letak dari unsure visual dengan benda-benda lain yang diatur sedemikian rupa sehingga mengerahkan padangan orang ke tempat obje yang menjadi pusat perhatian. Untuk itu harus menentukan daerah atau bagian dari suatu ruangan yang akan ditonjolkan, dan daerah yang akan menjadi latar belakang atau sebagai pelangkap.

4.      Proporsi
Proporsi dan skala mengacu kepada hubungan antara bagian dari suatu disain dan hubungan antara bagian dengan keseluruhan. Suatu ruangan yang kecil dan sempit bila diisi dengan benda yang besar, masif; tidak akan kelihatan baik dan juga tidak bersifat fungsional.  Warna, teksture dan garis memainkan peranan penting dalam menentukan pproporsi. Warna-warna yang cerah lebih jelas kelihatan. Tekstur yang memantulkan cahaya atau bidang-bidang yang bermotif juga akan menonjolkan suatu bidang. Garis-garis vertikal cenderung membuat suatu benda kelihatan lebih langsing dan lebih tinggi. Garis-garis horizontal membuat benda kelihatan lebih pendek dan lebar. Jadi proporsi tergantung kepada tipe dan besarnya bidang, warna, garis, dan tekstur dalam beberapa area. Dari beberapa prinsip komposisi di atas suatu disain menjadi berhasil dan lengkap seperti yang diharapkan.

C.      Bahan dan Media dalam Karya seni rupa tiga dimensi
Sifat media media tiga dimensi dapat digolongkan menjadi dua yaitu media lunak dan media keras.
1.         Media lunak yaitu bahan yang digunakan biasanya mudah untuk dibentuk-bentuk.  Media lunak dapat menggunakan bahan berupa tanah liat, lilin, plastisin, karet, tepung gipsum (gips), dan fiberglass.
2.         Media keras yaitu bahan yang digunakan biasanya keras dan susah untuk diubah bentuk kecuali dengan alat tertentu. Media keras antara lain menggunakan kayu, batu, dan logam (besi, perunggu, kuningan, emas, dan perak).

D.      Teknik Karya Seni Rupa Tiga Dimensi
Suatu karya seni rupa pasti dibuat/dibentuk dengan cara yang berbeda-beda.Teknik dalam seni rupa tiga dimensi antara lain teknik pahat, teknik butsir, teknik sambung, teknik cor atau cetak, teknik plester, teknik pijit, dan teknik gulung/pilin  (Astuti, 2014).
1.         Teknik pahat
Curving (memahat) adalah sebuah teknik subtraktif artinya mengurangi material sampai memperoleh akhir bentuk. Cara mengurangi bahan dengan dipahat, dipotong, atau dibor. Teknik pahat biasanya digunakan untuk bahan keras, seperti kayu, batu dan cor semen. Selain itu, alat lain yang dapat digunakan dalam teknik pahat adalah kapak, golok, gergaji, dan gergaji mesin. Untuk finishingnya dapat digunakan ampelas, slab, dan furnishing. Contoh karya seni rupa tiga dimensi yang dibuat dengan teknik pahat adalah Patung.

2.    Teknik putar/butsir
Teknik putar/butsir adalah pembuatan karya seni rupa 3 dimensi dengan cara menambah atau mengurangi tanah liat dengan menggunakan suatu alat yang disebut butsir. Alat tersebut terbuat dari kayu atau kawat yang dibuat pipih agar mudah untuk mengolah dan membentuk tanah liat. Pada teknik ini butsir yang digunakan memiliki berbagai bentuk dan ukuran.selain itu  juga digunakan meja putar yang berfungsi untuk meletakkan tanah liat ketika proses pembutsiran berlangsung. Teknik ini memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi karena dibutuhkan ketrampilanmelatih jari-jari dalam membentuk sebuah bahan dasar  menjadi karya seni yang bercita rasa seni tinggi. Contoh karya seni rupa 3 dimensi yang dibuat dengan cara butsir yaitu  keramik, dan berbagai peralatan rumah tangga seperti cobek, kendi, cangkir dan sebagainya.

3.    Teknik assembling/sambung
Teknik assembling atau teknik sambung adalah teknik membuat karya seni rupa tiga dimensi terutama patung yaitu dengan cara merangkai beberapa benda menjadi komposisi benda baru. Benda-benda yang telah dirakit menjadi suatu komposisi benda baru tersebut dapat diwarnai lagi dengan pengecetan atau dibiarkan apa adanya seperti aslinya, atau hanya dibersihkan saja.


4.    Teknik cetak/cor
Teknik cetak/cor adalah teknik membuat karya seni rupa dengan cara membuat bentuk model terlebih dahulu dari tanah liat ataupun lilin kemudian dibuat cetakan dari tepung gips, semen ataupun karet silikon.

5.    Teknik plester
Teknik plester yaitu dilakukkan dengan cara menempel atau menambahah dengan menggunakan media semen dan pendukungnya.

6.    Teknik pijat
Teknik pijat yaitu teknik membuat karya seni rupa tiga dimensi dengan pijatan jari-jari tangan. Teknik ini biasanya digunakan dalam pembuatan keramik. Melalui cara sederhana ini dapat dihasilkan keramik dengan tekstur permukaan yang polos, bersisik atau berstruktur.

7.    Teknik gulung/pilin
Teknik gulung/pilin adalah teknik membuat karya seni rupa tiga dimensi dengan cara membuat gulungan-gulungan yang biasanya dari tanah liat yang dibentuk seperti pensil atau tali kemudian disusun ke atas sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Proses ini termasuk cukup mudah yaitu tanah liat yang sudah dibuat gulungan tadi disusun ke atas dengan cara melingkar- lingkarkannya.

8.    Teknik Las
Teknik las yaitu membuat karya seni dengan cara mengunakan bahan satu ke bahan lain untuk mendapatkan bentuk tertentu. Misalnya, membuat patung kontemporer dengan bahan dasar logam.














BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Seni rupa tiga dimensi (trimatra) adalah hasil cipta manusia yang dapat dilihat dan diraba serta memiliki volume atau seni rupa yang memerlukan ruang, karena mempunyai ukuran panjang, lebar, dan tebal. Karena seni rupa tiga dimensi tidak mempunyai bidang datar dan tidak datar, sehingga penempatannya berdiri lepas artinya tidak tergantung pada dinding sebagai dasarnya, sebagai contohnya patung, seni bangunan (arsitektur) dan seni terapan misalnya perabotan rumah tangga.
Karya seni khususnya seni rupa tiga dimensi suatu karya pada dasarnya tercipta bukan secara tiba-tiba. Penciptaan karya seni tersebut tercipta karena adanya teknik-teknik dan proses-proses dalam membuatnya. Teknik-teknik tersebut diantaranya teknik pahat, teknik butsir, teknik sambung, teknik cor atau cetak, teknik plester, teknik pijit, dan teknik gulung/pilin dan teknik las.
B.       Saran
Membuat suatu karya seni rupa tiga dimensi hendaknya menggunakan teknik-teknik yang benar. Teknik-teknik tersebut secara sederhana dapat diaplikasikan kepada anak usia dini sesuai dengan tahapan kemampuan mereka.











DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Kun Setyaning, dkk. 2014. Seni Budaya 1. Jakarta: Yudhistira.
Febrian. 2014. Media Dan Teknik Berkarya Seni Rupa Tiga Dimensi. http://ilmuakses.blogspot.com/2014/09/media-dan-teknik-berkarya-seni-rupa.html. Diakses  18 Maret 2015.

Kartika, Dharsono Sony. 2007. Kritik Seni. Bandung: Rekayasa Sains.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar